Pada tanggal 2 April 2025, Presiden Trump menetapkannya sebagai “Liberation Day”. Pemerintah mengumumkan kenaikan tarif paling besar sejak Undang-Undang Tarif Smoot-Hawley (1930) yang secara signifikan meningkatkan tarif pada barang-barang asing, dengan tujuan untuk melindungi para petani dan usaha-usaha di Amerika dari persaingan global. Maka tarif impor asing meningkat, yang memicu tarif balasan dari negara lain dan akhirnya menyebabkan penurunan tajam dalam perdagangan internasional. Undang-undang ini berkontribusi dalam memperparah The Great Depression. Dan tahun ini, Donald Trump dan para tim nya berusaha mencap tanggal tersebut sebagai "hari pembebasan" di Amerika. Banyak orang di AS menjadi bertanya-tanya “sebenarnya mereka baru saja dibebaskan dari apa?”
Setelah memicu banyak sensasi, presiden mengungkap rencananya untuk era baru dalam perdagangan global: tarif menyeluruh sebesar 10% atas barang-barang yang diimpor ke AS mulai hari Sabtu, dan tarif "timbal balik" yang lebih tinggi (hingga 49%) pada negara-negara yang mengenakan pajak atas ekspor AS mulai hari Rabu tanggal 2 April tahun ini.
Trump mengumumkan tarif 10% untuk semua impor ke Amerika Serikat, dan tarif yang lebih tinggi lagi untuk barang-barang dari sekitar 60 negara atau blok perdagangan yang memiliki defisit perdagangan tinggi dengan AS. Itu termasuk Tiongkok dan Uni Eropa, yang akan dikenakan bea baru masing-masing sebesar 34% dan 20%.
“Liberation Day,” sebagaimana yang digunakan oleh Trump, bukanlah sebuah usulan kebijakan formal, tetapi sebuah label untuk apa yang menurut presiden diperlukan untuk menghentikan “eksploitasi” ekonomi AS oleh kekuatan asing. Ini bukanlah kebijakan resmi atau hari libur umum, istilah ini lebih tepatnya merupakan label untuk penerapan kebijakan perdagangan tertentu; untuk menggambarkan penerapan tarif baru yang diumumkan oleh Presiden Trump.
Maka, “Liberation Day” bukanlah bentuk usulan kebijakan formal seperti halnya undang-undang atau peraturan.Tarif 25 persen yang diusulkan Trump untuk semua kendaraan yang diproduksi di luar AS hanyalah satu bagian dari keseluruhan dorongannya untuk tarif. Berikut ini adalah kronologi kejadian sejauh ini:
Pada awal Februari, Trump mengenakan tarif dasar 10 persen untuk impor dari Tiongkok. Ia kemudian menaikkan tarif hingga 20 persen setelah Tiongkok mengenakan tarif balasan 15 persen.
Pada tanggal 4 Februari, tarif 10 persen untuk Tiongkok mulai berlaku. Perintah eksekutif yang ditandatangani oleh Trump menerapkan tarif tambahan 25 persen untuk impor dari Kanada dan Meksiko. Kanada telah menanggapi dengan tarif balasan. Tarif untuk Kanada dan Meksiko dihentikan sementara tetapi mulai berlaku pada tanggal 4 Maret.
Tiongkok dan Kanada memberlakukan tarif balasan tambahan terhadap AS pada tanggal 4 Maret. Dua hari kemudian, di AS, penyesuaian dilakukan terhadap tarif Kanada dan Meksiko untuk “meminimalkan gangguan terhadap industri otomotif.”
AS memberlakukan kembali tarif 25 persen pada semua impor baja dan aluminium global pada tanggal 12 Maret.
Pada pertengahan Maret, Uni Eropa mengumumkan tarif balasan terhadap tarif baja dan aluminium Trump pada ekspor AS senilai sekitar $28 miliar. Trump kemudian mengancam, di Truth Social, tarif 200 persen pada semua anggur, sampanye, dan produk alkohol lainnya yang “berasal dari Prancis dan negara-negara lain yang diwakili UE.”
Kanada menanggapi dengan tarif balasan pada dorongan baja dan aluminium.
Pada tanggal 24 Maret, sebuah perintah eksekutif mengenakan tarif sebesar 25 persen pada semua barang yang diimpor ke AS dari negara mana pun yang mengimpor minyak Venezuela, baik secara langsung dari Venezuela maupun secara tidak langsung melalui pihak ketiga.
Pada tanggal 26 Maret, Trump menandatangani perintah eksekutif yang mengenakan tarif sebesar 25 persen pada semua kendaraan yang diproduksi di luar AS.
KEBIJAKAN TARIF TRUMP
Kebijakan tarif Trump adalah persentase pajak yang dikenakan terhadap nilai suatu barang yang diimpor dari negara lain.
Tarif Trump mengorbankan rakyat dan ekonomi dunia. Banyak yang berpendapat bahwa tarif Trump justru akan meningkatkan inflasi, memperlambat pertumbuhan ekonomi, merugikan pekerja AS dan mengakibatkan konsumen Amerika menanggung beban tarifnya. Praktik perdagangan yang tidak adil ini mengganggu stabilitas pasar global, dapat mengurangi investasi perusahaan yang direncanakan, maka akan merugikan ekonomi di seluruh dunia dan berpotensi menyebabkan perang dagang
Pada awal kepresidenan Donald Trump, Amerika Serikat (AS) meluncurkan perang tarif yang melibatkan negara-negara besar seperti Tiongkok, Eropa, dan sekutu-sekutunya. Keputusan Trump untuk mengenakan tarif tinggi terhadap barang impor telah memicu perdebatan sengit di kalangan ahli ekonomi, pembuat kebijakan, dan analis global.
Tindakan ini, yang diklaim bertujuan melindungi lapangan kerja dan mengurangi defisit perdagangan, justru menimbulkan dampak buruk yang lebih besar terhadap ekonomi domestik dan ekonomi dunia secara keseluruhan. Tarif ini tidak hanya mengorbankan kepentingan rakyat AS, tetapi juga mengancam stabilitas ekonomi global, termasuk negara-negara seperti Malaysia dan ASEAN secara keseluruhan.
KESALAHAN TARIF AS
Trump menyatakan bahwa defisit perdagangan AS disebabkan oleh praktik perdagangan tidak adil dari negara lain yang telah memanipulasi perdagangan dengan cara merugikan AS. Namun, defisit perdagangan AS bukanlah hasil dari penipuan negara lain, melainkan akibat faktor-faktor internal seperti kelemahan kebijakan fiskal dan ketidakmampuan untuk menabung.
AS terus mengonsumsi lebih banyak daripada yang diproduksinya. Pengeluaran besar di sektor militer, subsidi untuk kelompok kaya, serta inefisiensi dalam sistem pajak turut berkontribusi pada peningkatan defisit ini.
DAMPAK-DAMPAK KEBIJAKAN TARIF TRUMP DAN RESPON NEGARA LAIN
Dampak Tarif Terhadap Ekonomi Domestik
Salah satu dampak langsung dari tarif ini adalah kenaikan harga barang impor. Konsumen AS yang sebelumnya menikmati harga lebih murah untuk barang impor seperti elektronik, pakaian, dan makanan terpaksa membayar lebih mahal akibat tarif yang dikenakan.
Meskipun sebagian konsumen mungkin beralih ke produk domestik, peralihan ini tidak selalu menguntungkan karena produk lokal umumnya lebih mahal dan kualitasnya belum tentu sebanding. Hal ini membuat hidup rakyat biasa semakin sulit dengan meningkatnya biaya hidup.
Di sisi lain, produsen domestik juga merasakan dampak negatif dari tarif ini. Perusahaan yang bergantung pada bahan baku atau komponen impor terpaksa menanggung biaya lebih tinggi. Beberapa sektor, terutama otomotif dan elektronik, mulai kesulitan bersaing di pasar global.
Kenaikan biaya produksi akibat tarif tidak hanya mengurangi keuntungan perusahaan, tetapi juga melemahkan kemampuan mereka untuk mengekspor, yang pada akhirnya menurunkan aktivitas ekonomi.
Dampak Global Dan Risiko Perang Dagang.
Negara-negara seperti Tiongkok, Uni Eropa, Kanada, dan Meksiko telah mengambil tindakan balasan dengan mengenakan tarif mereka sendiri terhadap produk AS. Hal ini memicu ketegangan dalam hubungan dagang internasional dan memicu perang dagang yang berpotensi berdampak serius pada ekonomi global.
Dunia kini menghadapi risiko ketidakstabilan ekonomi yang lebih besar. Negara-negara yang bergantung pada perdagangan bebas dan globalisasi akan terdampak oleh kenaikan harga dan gangguan rantai pasokan global. Ditambahi lagi dengan tarif Trump, yang telah menimbulkan tindakan balasan, dengan dampak yang melintasi batas negara, berpotensi mengarah ke perang dagang.
Tentunya Perang dagang juga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi negara berkembang yang mengandalkan ekspor dan investasi asing. Kenaikan tarif akan mengurangi permintaan barang ekspor, yang berpotensi mengurangi lapangan kerja dan memperlebar ketimpangan ekonomi.
Dampak Negatif Yang Menanti
Tarif yang dikenakan Trump mungkin terlihat sebagai strategi perlindungan ekonomi, tetapi pada kenyataannya, ini lebih merupakan taktik populis yang menutupi kegagalan kebijakan fiskal yang lebih besar. Rakyat AS akan menanggung beban harga yang lebih tinggi, produsen domestik kehilangan pasar ekspor, dan ekonomi global menghadapi ketidakstabilan yang tidak perlu. Tindakan ini mencerminkan kegagalan kebijakan ekonomi yang lebih luas dan memperlebar kesenjangan sosial di dalam negeri.
Trump mungkin menggaungkan slogan "America First", tetapi keputusan ini justru membawa dampak buruk yang lebih besar bagi rakyat dan ekonomi dunia. Dengan kata lain, "America First" telah berubah menjadi "People Last", dimana Amerika sendiri yang diprioritaskan,, sementara pihak di luarnya dijadikan prioritas akhir, yang mengurung AS dari integrasi antara sesama mitra dagang secara global.
Oleh karena itu, penting bagi negara-negara untuk kembali pada prinsip perdagangan yang adil dan bebas, serta menghindari kebijakan ekonomi yang didasarkan pada ego dan retorika populis tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap rakyat dan dunia.
Dampak Jangka Pendek
AS Pada Harga Produk Terimpor: Konsumen AS dibebani oleh lonjakan harga sejumlah produk impor, misalnya, elektronik, pakaian, dan bahan makanan dikarenakan tingginya tarif tersebut.
Gangguan Rantai Pasokan Global: Sejumlah perusahaan yang bergantung pada bahan mentah yang diimpor, contohnya industri otomotif dan elektronik, mengalami peningkatan biaya produksi mereka.
Retaliasi Negara Asing: Tiongkok, Uni Eropa, Kanada, dan Meksiko melakukan balas dendam atas tarif AS pada produk mereka sendiri, termasuk kedelai, kendaraan, dan whiskey, yang merugikan eksportir AS.
Tidak Adanya Kepastian pasar: Investasi mitra dagang AS dan investor AS menghadapi ketidakstabilan, dan ini memengaruhi keputusan investasi jangka pendek.
Dampak Jangka Panjang
Menurunkan Daya Saing Eksportir AS: Sejumlah produsen AS tidak dapat bersaing di pasar, lantaran biaya produksi mereka tinggi dan penghalang perdagangan (penghalang tersebut dapat berbentu: tarif, dan hambatan non-tarif lainnya seperti lisensi impor, kuota, regulasi dan standar oleh pemerintah, yang dirancang untuk membatasi aliran barang dan jasa lintas batas)
Berubahnya Pasokan Global: Banyak perusahaan memindahkan produksinya ke negara tanpa tarif, misalnya, dari Tiongkok ke Vietnam, Thailand, atau Meksiko.
Pertumbuhan Ekonomi Global Melambat: Menurunnya perdagangan global meredam pertumbuhan ekonomi dunia, terutama di Malaysia, Singapura, dan negara ASEAN.
Kerusakan Hubungan Diplomatik: Ketegangan antara dua kekuatan besar memperburuk hubungan AS dengan sekutu tradisional (Eropa, Kanada) dan mitranya Tiongkok.
Respon Negara Lain
Tiongkok: Tarif balasan dan penurunan impor AS, terutama kedelai, meningkatkan kemandirian teknologi (lewat program “Made in China 2025”).
Uni Eropa: Tarif bagi produk AS seperti Harley-Davidson dan bourbon, dan kerja sama dagang yang lebih erat dengan negara-negara lain, seperti Jepang.
ASEAN – Malaysia, Vietnam, Thailand: Peluang dan risiko, menarik investasi manufaktur yang dipindahkan dari Tiongkok juga terganggu oleh gangguan rantai pasokan.
Meksiko & Kanada: Perundingan ulang perjanjian perdagangan ( USMCA) – diversifikasi dan pengurangan ketidakstabilan dan ketergantungan pada AS.
KESIMPULAN
Fenomena tersebut muncul sebagai upaya untuk melindungi industri AS. Sebaliknya, itu menyebabkan inflasi, krisis rantai pasokan dan, dengan demikian, persepsi perlambatan ekonomi global. Negara-negara lain kesulitan bersaing dan merespons dengan tarif balasan dan diversifikasi pasar. Akibatnya, kebijakan seperti itu mempengaruhi posisi pasar AS di dunia secara negatif dan “memperintahkan” negara-negara untuk merubah struktur perdagangan.
Kebijakan Tarif Donald Trump: Analisis Motif, Dampak Global, dan Implikasi bagi Indonesia
Kebijakan tarif yang diusung pemerintahan Donald Trump merepresentasikan pergeseran paradigma kebijakan perdagangan AS dari multilateralisme menuju unilateralisme. Secara konseptual, kebijakan ini berakar pada teori proteksionisme modern trade war yang menekankan kedaulatan ekonomi nasional (Bown, 2020). Implementasinya sejak 2018 menunjukkan tiga motif utama:
Koreksi defisit perdagangan kronis AS-Tiongkok yang mencapai USD 419,2 miliar pada 2018 (USTR, 2019).
Proteksi industri strategis melalui mekanisme Section 232 untuk baja / aluminium.
Instrumen tekanan geopolitik dalam persaingan teknologi AS -Tiongkok.
Eskalasi kebijakan ini menciptakan distorsi signifikan dalam tata kelola perdagangan global. Data Peterson Institute (2022) mencatat tarif AS terhadap produk Tiongkok mencapai rata-rata 19.3%, memicu retaliasi berbasis tit-for-tat strategy dengan dampak kumulatif USD 1.7 triliun pada perdagangan bilateral. Efek spillover-nya meliputi:
Inflasi harga konsumen AS sebesar 0.5-1.2% (Fajgelbaum et al., 2020);
Realokasi rantai pasok global ke negara third-party seperti Vietnam dan Meksiko; serta
Penurunan 0.8% pertumbuhan ekonomi global menurut estimasi IMF (2019).
Bagi Indonesia, kebijakan ini menimbulkan efek ambivalen. Di satu sisi, produk ekspor unggulan seperti tekstil (HS 61-63) dan oleokimia (HS 38) terkena tarif tambahan 10-32%, mengurangi daya saing di pasar AS yang menyumbang 10.3% total ekspor nasional (BPS, 2023).
Namun di sisi lain, tekanan eksternal ini mendorong transformasi struktural melalui:
Percepatan hilirisasi industri berbasis Permenperin No. 29/2020;
Diversifikasi pasar ke kawasan Afrika Sub-Sahara yang tumbuh 4.7% (World Bank, 2023);
Pemanfaatan skema ASEAN+3 untuk mitigasi risiko valas.
Respons Tiongkok melalui Phase One Trade Deal dan Made in China 2025 menunjukkan model adaptasi hybrid antara kompromi dagang dan konsolidasi kapasitas domestik. Skenario ke depan mengindikasikan tiga kemungkinan:
Fragmentasi sistem perdagangan berbasis blok ekonomi;
Revitalisasi WTO melalui reformasi dispute settlement body; atau
Stabilisasi dinamis melalui new normal tarif selektif.
Bagi Indonesia, kunci ketahanan terletak pada optimalisasi regional value chain dan peningkatan kompleksitas ekonomi berbasis inovasi. Mneurut studi Bank Dunia (2023) merekomendasikan peningkatan investasi R&D ke level 1.5% PDB serta penguatan diplomasi ekonomi melalui skema Country-specific Tariff Negotiation. Dengan demikian, tantangan proteksionisme AS dapat dikonversi menjadi katalis transformasi ekonomi struktural.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, S. and RR Ariyani (2025). Alasan Trump Terapkan Kebijakan Tarif Terbaru: Indonesia Dkk Memanfaatkan AS sejak Lama. [online] Tempo. Available at: https://www.tempo.co/ekonomi/alasan-trump-terapkan-kebijakan-tarif-terbaru-indonesia-dkk-memanfaatkan-as-sejak-lama-1227272
Bakar, A.S.A. (2025). Tarif Trump korbankan rakyat dan ekonomi dunia. [online] Malaysia: Utusan Malaysia. Available at: https://repo.uum.edu.my/id/eprint/32748/1/UM_080425_TARIF.pdf.
Barath Harithas, Meng, K., Brown, E. and Mouradian, C. (2025). ‘Liberation Day’ Tariffs Explained. [online] Csis.org. Available at: https://www.csis.org/analysis/liberation-day-tariffs-explained.
Bown, C.P. (2025). US-China Trade War Tariffs: an Up-to-Date Chart. [online] Peterson Institute for International Economics. Available at: https://www.piie.com/research/piie-charts/2019/us-china-trade-war-tariffs-date-chart
Fajgelbaum, P.D., Goldberg, P.K., Kennedy, P.J. and Khandelwal, A.K. (2020). The Return to Protectionism. The Quarterly Journal of Economics, 135(1), pp.1–55. doi: https://doi.org/10.1093/qje/qjz036.
Mena, B. (2025). Key takeaways from Trump’s ‘Liberation Day’ tariffs. [online] CNN. Available at: https://amp.cnn.com/cnn/2025/04/02/economy/key-takeaways-from-trumps-liberation-day-tariffs#amp_tf=From%20%251%24s&aoh=17457648494145&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com.
Nalepinski, K. (2025). Donald Trump’s Liberation Day: Everything You Need to Know. [online] Newsweek. Available at: https://www.newsweek.com/liberation-day-tariffs-donald-trump-april-2-meaning-2053178.
Copyright 2023 |Universitas Mulawarman